BPOM diminta tidak Tutup Mata terkait Susu Kental Manis
Koordinator
LSM Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Yuli Supratiwi kembali
mempertanyakan kian gencarnya informasi serta iklan yang
menggambarkan susu kental manis sebagai minuman bergizi untuk anak.
Padahal kandungan susu dan kalsium yang tertera dikomposisi maksimal
10 persen serta tingginya kadar gula pada produk susu kental manis.
"Informasi
ini sangat tidak bertanggung jawab. Apa kita mau anak anak Indonesia
terus 'dijajah' dengan produk susu kental manis yang bahkan tidak
diproduksi lagi di negara asalnya di Belanda," tanya Yuli di
Jakarta, Jumat (24/9/2017).
Yuli
menjelaskan, susu kental manis diperkenalkan di Indonesia pada masa
penjajahan Belanda dan disaat itu tidak ada pilihan susu lain ada di
pasar. Namun seiring makin berkembangnya zaman, berbagai susu untuk
anak-anak dan keluarga yang di kemas dalam berbagai kemasan baik cair
maupun bubuk telah tersedia dipasaran.
"Ya,
sangat menyedihkan. Kita sudah 'dibohongi' lebih dari 90 tahun. Kok
ini ada perusahaan susu Belanda di Indonesia hingga kini masih
memproduksi dan menpromosikan Susu Kental Manis berjejer dengan susu
lain produk mereka padahal kandungan susunya sangat berbeda.
Seharusnya BPOM tidak menutup mata akan hal ini jika melihat cara
beriklan mereka yang menyesatkan," ucap Yuli.
Selain
DKR, berbagai kalangan baik pemerintah maupun pemerhati anak
sebenarnya juga telah menyuarakan keprihatinan atas promosi Susu
Kental Manis untuk konsumsi anak dan keluarga. Kementerian Kesehatan
melalui Direktur Gizi, Ditjen Bina Gizi dan KIA Doddy Izwardy pernah
menegaskan di media massa, bahwa promosi produk Susu Kental Manis
tidak sesuai dengan program Grakan Masyarakat Sehat (GERMAS) yang
tengah digalakkan pemerintah.
Hal
senada juga diungkapkan oleh Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes,
Eni Gustina dalam sebuah diskusi di Jakarta.
"Banyak
iklan produk makanan dan minuman menyesatkan konsumen. Susu kental
manis salah satunya. Produk ini jauh lebih tinggi kandungan gulanya
dari pada kandungan susunya, namun banyak iklan di layar kaca
seolah-olah dijadikan minuman sehat bagi keluarga. Ini sungguh
memprihatinkan," kata Eni.
Keprihatinan
serupa juga disuarakan oleh dr Rachmat Sentika Anggota Satgas
Perlindungan Anak dan Unit Koordinasi Kerja (UKK) Tumbuh Kembang
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
"Jika
tidak dilakukan edukasi tentang dampak konsumsi produk susu kental
manis, masa depan kesehatan anak-anak Indonesia akan terganggu,"
tegas dr Rachmat Sentika.
Yuli
juga mempertanyakan adanya usaha dari sekelompok pihak yang
menyatakan bahwa produk susu kental manis aman dan baik dikonsumsi
sebagai minuman sehat untuk anak, karena sudah mendapatkan izin edar
dari BPOM. Tentunya sebagai LSM yang peduli dengan kesehatan
masyarakat, DKR secara tegas dan menentang berbagai usaha untuk
mengganggu kesehatan anak Indonesia di masa depan.
"Ya,
silakan kalau ada yang membela promosi susu kental manis. Kita
tentunya harus lawan mereka, kita bela masa depan anak Indonesia,
generasi emas bangsa. Kalau mereka terus membela, berarti mereka
tidak peduli dengan masa depan anak bangsa," tegas Yuli.
Menurutnya,
semua produk makanan dan minuman yang telah mendapat izin dari BPOM
bisa dianggap aman. Namun pertanyaannya adalah, apakah makanan dan
minuman itu sehat untuk anak Indonesia.
"Minuman
keras dengan kandungan alkohol tinggi juga mendapatkan izin edar dari
BPOM, tapi apakah produk tersebut sehat?" ujar Yuli beranalogi.
"BPOM
seharusnya melakukan edukasi dan pengawasan iklan serta juga
melakukan penindakan. BPOM jangan menutup mata karena ini penting
untuk masa depan anak Indonesia, segera lakukan penindakan demi
generasi penerus bangsa," ujarnya.
Agus
Pambagio, pengamat kebijakan publik, juga mengkritisi keengganan
produsen susu kental manis untuk mengedepankan komunikasi produk
secara transparan. Daripada membela diri dengan argumen bahwa produk
ini telah mendapat izin BPOM, mantan komisioner Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia itu menyatakan bahwa seharusnya produsen lebih
mengedepankan reputasi sebagai perusahaan yang bertanggung jawab
dalam mendukung kesehatan anak melalui label pangan dan komunikasi
kandungan produk yang lebih transparan.
Hal
serupa juga diungkapkan oleh pemerhati anak Seto Mulyadi. Tokoh
pembela hak anak itu juga menghimbau agar semua pihak mendukung anak
Indonesia agar tumbuh sehat demi generasi masa depan bangsa yang
lebih kuat.
"Nah,
sekarang tinggal menunggu sikap BPOM selaku wakil pemerintah, apa
masih melakukan pembiaran hanya karena lobby pengusaha,"
demikian Yuli.
Post a Comment